-
Apakah eksekusi gadai saham bisa dilakukan secara private tanpa melalui kantor lelang?
Permasalahan hukum apakah eksekusi gadai saham bisa dilakukan secara private tanpa melalui kantor lelang ini muncul karena frasa “kecuali ditentukan lain” dalam Pasal 1155 ayat (1) KUH Perdata. Dalam Penetapan No.332/Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel s/d Penetapan No. 343/ Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel dengan pemohon Deutsche Bank Aktiengesellschaft, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan bahwa kreditur berhak untuk menjual keseluruhan saham yang telah digadaikan secara privat atau “secara tidak di muka umum” karena hal tersebut diperjanjikan dalam suatu share pledge agreement.
Dalam Putusan MA RI No. 115 PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003/PN.JKT.PST dinyatakan bahwa penjualan harus dilakukan dengan cara lelang di muka umum atau dengan cara lain yang telah ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Kesimpulan ini ditarik dari pertimbangan bahwa eksekusi gadai saham secara tegas telah diatur dalam ketentuan gadai yang bersifat tertutup dan tidak dapat disimpangi, di mana penjualan harus dilakukan dengan cara lelang di muka umum (sesuai ketentuan Pasal 1155 KUH Perdata) atau dengan cara lain yang ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (sesuai dengan ketentuan Pasal 1156 KUH Perdata). Yang menarik untuk ditinjau dalam putusan ini adalah “cara lain” yang ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum. Putusan ini tidak menyatakan bahwa penjualan secara private tidak diizinkan, tetapi harus melalui Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dalam sudut pandang praktis, dari penjualan secara private (dan ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap) bisa didapatkan nilai penjualan yang lebih tinggi sehingga apabila disetujui oleh kedua pihak yang bersengketa, cara itu harusnya masuk akal untuk ditempuh. Aspek lain yang penting untuk dicatat dalam putusan ini adalah bahwa eksekusi gadai tidak dapat dikecualikan, artinya walaupun diperjanjikan oleh pemberi dan penerima gadai, tetap untuk mengeksekusi barang gadai harus tunduk pada aturan dan mekanisme yang mengaturnya, apalagi eksekusi gadai yang bersifat tertutup.
Kesimpulan, sejauh penetapan Pengadilan Jakarta Selatan di atas, eksekusi gadai saham bisa dilakukan secara private atau secara tidak di muka umum
-
Apakah penentuan eksekusi gadai saham secara private atau melalui kantor lelang harus berdasarkan penetapan/putusan pengadilan?
Dalam Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 s/d Penetapan No. PTJ.KPT.04.2005 jo. Penetapan No. 33/Pdt.P/2002/PN. Jaksel s/d Penetapan No. 36/Pdt.P/2002/PN. Jaksel, PN Jakarta Selatan menentukan walaupun kreditur telah menjual secara privat gadai saham yang dipegang dengan dasar telah diperjanjikan (memiliki hak parate eksekusi), setelah itu tetap meminta penetapan dari pengadilan agar penjualan tersebut adalah sah. Sikap yang sama juga diambil dalam Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 s/d Penetapan No. PTJ.KPT.04.2005 jo. Penetapan No. 33/Pdt.P/2002/PN. Jaksel s/d Penetapan No. 36/Pdt.P/2002/PN. Jaksel yang menyatakan bahwa “Berdasar- kan Pasal 1156 KUH Perdata untuk melakukan eksekusi maka lembaga jaminan gadai memerlukan Pengadilan.
Selanjutnya, dalam putusan MA RI No. 115 PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003/ PN.JKT.PST, Mahkamah Agung menyatakan bahwa metode eksekusi harus dilakukan berdasarkan yang telah ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Kesimpulan, penentuan apakah suatu gadai saham dieksekusi secara privat atau melalui kantor lelang harus berdasarkan penetapan/putusan pengadilan.
-
Jika eksekusi gadai saham secara private, yaitu tanpa melalui kantor lelang dibenarkan, apakah melalui prosedur permohonan ataukah harus melalui prosedur gugatan? Pertanyaan selanjutnya, jika eksekusi gadai saham secara private dibenarkan, apakah harus dilakukan melalui prosedur permohonan atau gugatan?
Dalam Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 s/d Penetapan No. PTJ.KPT.04.2005 jo. Penetapan No. 33/Pdt.P/2002/PN. Jaksel s/d Penetapan No. 36/Pdt.P/2002/PN. Jaksel, Pengadilan Jakarta Selatan menentukan memang secara umum prosedur eksekusi objek jaminan melalui perantaraan pengadilan adalah melalui permohonan eksekusi terhadap objek jaminan. Dengan demikian, prosedur yang ditempuh tidaklah melalui upaya gugatan, tetapi dengan permohonan. Namun, dalam kasus tersebut perjanjian gadai sahamnya bersifat accesoir dan merupakan ikutan dari perjanjian pokok hutang piutang sehingga termasuk dalam perkara sengketa yang terdapat para pihak yang berkepentingan (kreditur dan debitur) sehingga seharusnya diajukan dalam bentuk gugatan.
Kesimpulan, eksekusi gadai saham dilakukan melalui permohonan, kecuali jika perjanjian gadai sahamnya bersifat accesoir.
-
Apakah sebagai perjanjian accesoir, perjanjian gadai saham berakhir ketika perjanjian pokoknya berakhir?
Dalam putusan kasus PT Ongko Multicorpora (PT Mitra Investindo Multicorpora) vs BFI. (Putusan PK Nomor 115 PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003/PN.JKT. PST), MA RI menyatakan berlakunya hak gadai atas saham bergantung pada ada atau tidaknya perjanjian pokok atau hutang piutang, artinya jika perjanjian hutang piutang sah, perjanjian gadai sahamnya sebagai perjanjian tambahan juga sah, sebaliknya jika perjanjian hutang piutang tidak sah, perjanjian gadai sahamnya juga tidak sah. Dalam kasus tersebut dinyatakan bahwa perjanjian gadai saham tersebut tetap berlaku sepanjang APT tidak melakukan wanprestasi kepada BFI.
Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa Pledge of Shares Agreement tertanggal 1 Juni 1999 (Akta Gadai Saham), surat tertanggal 22 Februari 2000 (Perubahan Akta Gadai Saham), Consent to Transfer, tertanggal 7 Agustus 2000 dan Power of Attorney tertanggal 7 Agustus 2000 telah gugur dan tidak berlaku lagi terhitung sejak tanggal 1 Desember 2000 dan karenanya seluruh perikatan dan perbuatan hukum yang dibuat dan dilakukan Ongko Mulitcorpora dan Debenture Trust Corporation berdasarkan perjanjian-perjanjian tersebut sejak tanggal 1 Desember 2000 adalah batal demi hukum.
Dalam Putusan MA RI No. 240PK/PDT/2006, MA RI menentukan bahwa hak mengeksekusi barang yang digadaikan ada pada pihak penerima gadai selama perjanjian gadai itu masih berlaku. Dengan kata lain, dengan berakhirnya masa berlaku perpanjangan gadai dalam kasus tersebut, hak untuk mengeksekusi demi hukum turut berakhir (gugur).
Dalam Putusan PK Nomor 115 PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003/PN.JKT.PST, MA RI menentukan bahwa perjanjian gadai saham akan berlaku terus dengan sistem diperpanjang selama hutang belum lunas.
Dalam putusan MA RI No. 240PK/PDT/2006 jo. No. 123/PDT.G/2003/PN.JKT.PST, MA RI menyatakan kreditur melakukan parate eksekusi atas gadai saham yang diterimanya. Namun, oleh majelis hakim dianggap sebagai perbuatan melawan hak karena perjanjian gadai saham telah berakhir. Hak mengeksekusi saham yang digadaikan ada pada penerima gadai selama perjanjian itu masih berlaku. Isu yang lebih menarik adalah apakah suatu perjanjian gadai saham bisa berakhir sebelum perjanjian pokoknya berakhir. Dalam putusan MA RI No. 240PK/ PDT/2006 jo 123/PDT.G/2003/PN.JKT.PST, MA RI menyatakan bahwa hak mengeksekusi saham yang digadaikan ada pada penerima gadai selama perjanjian itu masih berlaku. Berakhirnya suatu gadai bukan harus karena hutang yang dijamin telah lunas. Saham-saham terikat sebagai jaminan hanya selama jangka waktu yang telah disepakati para pihak dan bukan sampai seluruh hutang lunas. Dimungkinkan apabila suatu perjanjian gadai saham berakhir tanpa adanya pembebasan/pelunasan hutang yang dijamin.
Kesimpulan, perjanjian gadai saham berakhir ketika perjanjian pokoknya berakhir karena perjanjian gadai saham bersifat accesoir.
-
Apakah pembuatan surat kuasa mutlak atau irrevocable power of attorney, substansinya merupakan tindakan kepemilikan oleh kreditur penerima gadai yang dilarang oleh Pasal 1154 KUH Perdata?
Pasal 1154 KUH Perdata disebutkan bahwa ketika debitur cidera janji, kreditur dilarang secara serta merta menjadi pemilik benda yang dibebani gadai tersebut. Rasio dari pasal ini adalah mencegah kreditur penerima gadai memiliki benda gadai yang nilainya lebih tinggi dari jumlah hutang debitur beserta bunga dan denda. Dalam praktik pemberian fasilitas kredit oleh bank dan lembaga keuangan nonbank, untuk kepentingan eksekusi dibuat surat kuasa mutlak atau irrevocable power of attorney yang isinya debitur memberi kuasa yang tidak dapat ditarik kembali, kepada kreditur untuk menjual saham-saham yang digadaikan dengan cara dan harga yang ditentukan oleh kreditur. Surat kuasa ini sudah dibuat sebelum debitur cidera janji. Permasalahan hukum yang timbul
apakah pembuatan surat kuasa mutlak seperti ini, substansinya merupakan tindakan kepemilikan oleh kreditur penerima gadai yang dilarang oleh Pasal 1154 KUH Perdata?
Dalam putusan PK Nomor 115 PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003/PN.JKT.PST, MA RI menyatakan bahwa irrevocable power of attorney tidak memenuhi syarat dan tidak memiliki kualitas sebagai kuasa yang berdiri sendiri sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1792, 1796 KUH Perdata karena nyata-nyata power of attorney tidak berdiri sendiri. Power of attorney lahir karena adanya perjanjian gadai saham dan karenanya demi hukum tidak boleh dipergunakan selain untuk dan dalam rangka eksekusi gadai saham.
-
Apakah kreditur penerima gadai harus meminta persetujuan dari debitur pemberi gadai untuk memperpanjang masa gadai ataukah kreditur penerima gadai cukup melakukan pemberitahuan (notification) kepada debitur pemberi gadai?
Dalam Putusan PK Nomor 115 PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003/PN.JKT.PST, MA RI menyatakan bahwa cukup dengan pemberitahuan, merujuk pada Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Ayat (1) bahwa pemindahan hak atas saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak. Ayat (2), Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam. ayat (1) atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan sehingga perpanjangan gadai saham cukup dengan pemberitahuan saja tidak memerlukan persetujuan.
-
Bagaimana dampak penjualan saham di mana kreditur kalah (penjualan saham dinyatakan tidak sah) terhadap pembeli (pihak ketiga) yang beritikad baik?
Dalam Penetapan No. 09/2007 Eks, dinyatakan bahwa Putusan PK dalam Kasus PT Aryaputra Teguharta vs BFI (240PK/PDT/2006 jo 123/PDT.G/2003/PN.JKT. PST), adalah non executable. Ketika saham-saham tersebut telah dijual di pasar modal meskipun kreditur kalah, perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik tetap diberikan.
Pendapat yang senada juga diutarakan dalam Penetapan 332/Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel: Pembeli berhak untuk melaksanakan dan menikmati segala hak-hak yang terbit dari saham-saham yang bersangkutan.
Putusan yang menarik untuk dikaji adalah Putusan Arbitrase Pemerintah Indonesia Melawan PT Newmont Nusa Tenggara yang menyatakan berdasarkan Pasal 1492 KUH Perdata, Pemerintah Indonesia dapat menuntut PT NTT sebagai penjual menjalankan kewajibannya dalam hal penanggungan dan pemerintah berhak untuk menerima gadai saham tersebut. Artinya, sebagai pembeli yang beritikad baik, saham tersebut (walaupun tidak dijual secara sah) tetap merupakan milik pembeli yang beritikad baik. Penjual (kreditur) saham harus bertanggung jawab atas perbuatannya menjual saham secara tidak sah kepada pihak pemberi gadai.
Kesimpulan, pembeli (pihak ketiga) gadai tetap berhak atas saham walaupun pemegang gadai (kreditur) menjualnya secara tidak sah.
No |
Isu Hukum |
Tahun |
Putusan/Penetapan |
Ringkasan |
1 | Maksud dari unsur “kecuali ditentukan
lain” dalam Pasal 1155 ayat (1) KUH Perdata. |
2001 | Penetapan No. 332/Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel s/d Penetapan No. 343/Pdt.P/2001/PN.Jak.
Sel dengan pemohon: Deutsche Bank Aktiengesellschaft |
Berdasarkan share pledge agreement, kreditur berhak untuk menjual keseluruhan saham yang telah digadaikan secara privat atau secara “tidak di muka umum”. |
2002 | Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 s/d Penetapan No. PTJ.KPT.04.2005 jo. Penetapan No. 33/Pdt.P/2002/PN. Jaksel
s/d Penetapan No. 36/Pdt.P/2002/PN. Jaksel |
Kreditur telah menjual secara privat gadai saham yang dipegang dengan dasar telah diperjanjikan (memiliki hak parate eksekusi) namun setelah itu tetap meminta penetapan dari pengadilan agar penjualan tersebut adalah sah. |
||
2007 | MA RI No. 115 PK/PDT/2007 jo. No. 517/
PDT.G/2003/PN.JKT.PST |
Penjualan harus dilakukan dengan cara lelang di muka umum atau dengan cara lain yang telah ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. |
||
2 | Maksud dari unsur “tuntutan (vorderen)”
dalam Pasal 1156 KUH Perdata. |
2002 | Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 s/d Penetapan No. PTJ.KPT.04.2005 jo. Penetapan No. 33/ Pdt.P/2002/PN. Jaksel
s/d Penetapan No. 36/ Pdt.P/2002/PN. Jaksel |
Berdasarkan Pasal 1156 KUH Perdata untuk melakukan eksekusi maka lembaga jaminan gadai memerlukan Pengadilan. |
3 | Prosedur apakah yang harus digunakan untuk melakukan eksekusi di Pengadilan, apakah prosedur mengajukan
gugatan atau mengajukan permohonan. |
2002 | Penetapan No. PTJ. KPT.01.2005 s/d Penetapan No. PTJ.KPT.04.2005 jo. Penetapan No. 33/Pdt.P/2002/PN. Jaksel
s/d Penetapan No. 36/Pdt.P/2002/PN. Jaksel |
Prosedur eksekusi objek jaminan melalui perantaraan pengadilan adalah melalui permohonan eksekusi Terhadap objek jaminan. Dengan demikian, prosedur yang ditempuh tidaklah melalui upaya gugatan, tetapi dengan permohonan. Dalam hal ini, perjanjian gadai saham bersifat accesoir dan merupakan ikutan dari perjanjian pokoknya hutang piutang sehingga termasuk dalam perkara sengketa yang ada para pihak yang saling berkepentingan, yaitu kreditur dan debitur sehingga seharusnya diajukan dalam bentuk gugatan. |
4 | Berakhirnya hak penerima gadai untuk
Melakukan eksekusi |
2007 | MA RI No. 240PK/PDT/2006 jo 123/
PDT.G/2003/PN.JKT.PST |
Hak mengeksekusi saham yang digadaikan ada pada penerima gadai selama perjanjian itu masih berlaku. Berakhirnya suatu gadai bukan harus karena hutang yang dijamin telah lunas. Saham-saham terikat sebagai jaminan hanya selama jangka waktu yang telah disepakati para pihak dan bukan sampai seluruh hutang lunas. Dimungkinkan apabila suatu perjanjian gadai saham berakhir tanpa adanya pembebasan/ pelunasan hutang yang dijamin. |
2007 | MA RI No. 115 PK/PDT/2007 jo. No. 517/
PDT.G/2003/PN.JKT.PST |
Perjanjian gadai saham tersebut merupakan perjanjian accesoir. Accesoir, artinya berlakunya hak gadai atas saham bergantung pada ada atau tidaknya perjanjian pokok atau hutang piutang, artinya jika perjanjian hutang piutang sah maka perjanjian gadai sahamnya sebagai perjanjian tambahan juga sah, seba1iknya jika perjanjian hutang piutang tidak sah maka perjanjian gadai sahamnya juga tidak sah. |
||
5 | Ketika kewajiban tidak
dilaksanakan, apakah kreditur dalam menjual gadai saham harus dilakukan dengan persetujuan pemberi gadai? |
2001 | Penetapan 333/Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel |
Penjualan seluruh saham yang digadaikan tanpa perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu. |
6 | Ketika hutang belum lunas dan jangka waktu gadai sahamnya terbatas,
Apakah kreditur dalam Memperpanjang gadai saham harus dilakukan dengan persetujuan pemberi gadai atau cukup dengan pemberitahuan |
2007 | Putusan PK Nomor 115.PK/PDT/2007 jo. No. 517/
PDT.G/2003/PN.JKT.PST |
Cukup dengan pemberitahuan, merujuk pada Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Ayat (1), bahwa pemindahan hak atas saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak. Ayat (2), akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan sehingga perpanjangan gadai saham cukup dengan pemberitahuan saja tidak memerlukan persetujuan. |
7 | Bagaimana perlindungan
hak penerima gadai ketika pemberi gadai tidak berwenang untuk menggadaikan sahamnya? |
2008 | Putusan Arbitrase Pemerintah Indonesia Melawan PT Newmont Nusa Tenggara |
Meskipun pemberi gadai tidak berwenang untuk menyerahkan gadai tersebut, penerima gadai tetap dilindungi (Pasal 1152 Ayat (4) KUH Perdata). |
Siapa yang menurut
hukum lebih tepat untuk dilindungi, apakah penerima gadai saham atau pembeli saham? |
2008 | Putusan Arbitrase Pemerintah
Indonesia Melawan PT Newmont Nusa Tenggara |
Berdasarkan Pasal 1492 KUH Perdata, Pemerintah Indonesia dapat menuntut PT NTT sebagai penjual menjalankan kewajibannya dalam hal penanggungan dan pemerintah berhak untuk menerima gadai saham tersebut. |
|
Bagaimana dampak penjualan saham Terhadap pembeli yang
beritikad baik? |
2001 | Penetapan 332/Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel |
Pembeli berhak untuk melaksanakan dan menikmati segala hak-hak yang terbit dari saham-saham yang bersangkutan. |
|
2007 | Penetapan No. 09/2007.Eks |
Menyatakan bahwa Putusan PK dalam Kasus PT Aryaputra Teguharta vs BFI (240PK/ PDT/2006 jo 123/PDT.G/2003/ PN.JKT.PST), adalah non executable. Ketika saham-saham tersebut telah dijual di pasar modal meskipun kreditur kalah, perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik tetap diberikan. |
Sumber: Kesuluruhan Artikel ini di kutip langsung dari Buku Penjelasan hukum Tentang Eksekusi Gadai Saham oleh Suharnoko dan Kartini Muljadi